Karena Ulahmu

Karena Ulahmu Kami Yang Merasakan Akibatnya
Era Reformasi di tahun 1998 - 1999 membawa euforia dalam masyarakat. Masyarakat menyambutnya dengan gembira ditandai dengan bergantian pemerintahan dari presiden Soeharto ke B.J Habiebie dilanjutkan dengan terpilihnya Abdurrahmahman Wahid (Gus Dur) secara demokratis melalui pemilihan presiden di MPR. Selama 32 tahun rakyat terbelenggu oleh aturan yang sangat ketat ditambah krisis ekonomi pada tahun 1997 dan krisis kepemimpinan yang akhirnya di tahun 1998 tepatnya tanggal 21 Mei 1998, presiden Soeharto mundur atas desakan mahasiswa dan tokoh-tokoh reformasi. Mundurnya Presiden Soeharto menjadi simbol runtuhnya Orde Baru dan dimulainya orde reformasi.

Era reformasi merupakan era pembaharuan dan perbaikan dari era sebelumnya atau pemerintahan lama. Namun rakyat menganggap era reformasi adalah era kebebasan ( bebas untuk berpendapat, bebas untuk berfikir, bebas untuk bertindak dan bebas untuk mengambil keputusan). Kebebasan dalam Era reformasi dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai kebebasan yang sebebas-bebasnya sehingga mereka berbuat seenaknya yang berakibat tindak kriminal semakin meningkat, penjarahan terjadi dimana-mana dan yang paling parah pengrusakan-pengrusakan tanaman perkebunan dan pemalakan/penebangan hutan secara sembarangan.

Di Jawa Timur khususnya di Tulungagung datangnya era reformasi ditandai dengan pembabatan tanaman coklat di perkebunan coklat daerah Tumpakmergo Kecamatan Tanggunggunung. Kemudian mulai terjadi membalakan liar/penebangan hutan jati milik perhutani mulai dari daerah Pucanglaban, Kalidawir, Tanggunggunung, Campurdarat, Besole dan daerah-daerah yang lain. Dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan hutan jati di daerah Tulungagung menjadi gundul menyisakan pemandangan yang memilukan. Dahulu kalau kita dari Campurdarat ke Tanggunggunung atau dari Gambiran ke pantai Popoh kita akan disambut dengan hutan jati yang lebat dan rimbun serta aneka burung dan monyet namun sekarang semua telah berubah menjadi hutan/gunung yang gundul, kita dapat melihat lekukan-lekukan bumi seperti lereng, jurang yang menganga dengan jelas dan hilangnya satwa d
serta rusaknya ekosistem yang nyata.

Sebenarnya pemerintah telah berupaya untuk nenghijaukan kembali hutan yang gundul dengan melakukan reboisasi, menanam pohon-pohon jati dengan melibat masyarakat di sekitar hutan, serta memperbolehkan masyarakat untuk menanam palawija disekitarnya. Namun pohon jati adalah pohon yang membutuhkan waktu yang lama untuk tumbuh besar bahkan diperlukan waktu puluhan tahun hingga akhirnya tanaman pokok yaitu jati kalah dengan tanaman jagung dan ketela dari masyarakat serta ada masyarakat yang nakal tanaman jati dipotong karena dianggap menghalang-halangi tanamannya. Program reboisasi jati di Tulungagung menjadi gagal dan hutan berubah fungsi menjadi tanah tegalan dan dipenuhi hutan jagung dimana-mana.

Dampak dari kerusakan hutan dan beralih fungsinya hutan jati menjadi hutan jagung secara nyata dirasakan oleh masyarakat di bawah / di dataran yang lebih rendah. Setiap musim kemarau mata air banyak yang mati, sumur-sumur banyak yang tidak mengeluarkan airnya sehingga kekeringan terjadi dimana-mana. Untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat memerlukan air dari bantuan orang lain atau bantuan pemerintah berupa bantuan air bersih dari pemerintah daerah berupa mobil-mobil tangki berisi air atau bahkan masyarakat harus mengeluarkan uang untuk membeli air bersih. Pada musim penghujan, masyarakat selalu waswas dengan datangnya air ancar / air bah dari gunung yang membawa tanah walet, banjir dan tanah longsor menghantui saat hujan deras. 

Pada bulan Januari - Februari merupakan puncak dari musim penghujan, dapat dipastikan daerah dibawah gunung sekitar wilayah Pojok, Pelem, Campurdarat, Gamping, Sawo, Ngentrong sampai dengan Besole dan Besuki mengalami kiriman air ancar yang menyebabkan banjir di beberapa tempat dan menimbulkan kerugian yang besar. Sehingga Kami, masyarakat  yang dibawah gunung seperti peribahasa "Tidak makan nangka tapi kena getahnya"  tidak ikut merasakan enaknya tetapi merasakan akibatnya, tidak merasakan kayunya tapi merasakan air bah / banjirnya .

Untuk menangani permasalahan bencana banjir dan kekeringan di daerah Tulungagung selatan yang hutannya telah rusak ini berbagai pihak khususnya pemerintah harus bertindak cepat dan tegas. Pemerintah bersama Perhutani harus mengembalikan fungsi hutan sebagai Hutan Lindung. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Dan pemerintah membuat aturan atau Perda yang jelas dan tegas bagi  pihak yang penebang / merusak hutan diberikan sanksi yang berat, serta dalam jangka pendek penerintah khususnya pemerintah desa membuat Mbung diberbagai tempat rawan bencana dan melakukan pengerukan serta normalisasi sungai tempat lewatnya air ancar / air bah dari gunung menuju sungai besar.

Semoga bencana yang terjadi dapat menambah keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, bagi masyarakat yang tertimpa bencana diberikan ketabahan dan kesabaran. Dan semoga pemerintah dapat mengambil langkah dan kebijakan yang cepat dan tepat sehingga bencana tidak terjadi kembali.... Aamiin Allohumma Aamiin

Komentar

  1. Tangan-tangan manusia yang merusak alam

    BalasHapus
    Balasan
    1. inggih pak... hutannya digundul... batunya diambili... kita yg dibawah ketar-ketir kalau musim hujan

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUASA CERIA DAN PENUH MAKNA

Tadabur Alam Gunung Budheg

Peringatan Agustusan