GUNUNG MARIKANGEN



GUNUNG MARIKANGEN

Gunung Marikangen terletak kurang lebih 20 Km  sebelah selatan kota Tulungagung, tepatnya berada diantara 4 desa yaitu desa Campurdarat, desa Gamping (masuk Kecamatan Campudarat), desa Pakisrejo dan desa Tenggarejo (masuk Kecamatan Tanggunggung). Gunung Marikangen merupakan salah satu gunung yang termasuk dalam deretan gunung kapur kendeng selatan yang membentang di wilayah pulau jawa bagian bagian selatan.

Menurut cerita tutur yang berkembang dalam masyarakat, nama “Mari Kangen” diambil dari cerita jaman kerajaan Kediri. Konon ceritanya  ketika terjadi prahara di kerajaan Kediri sehingga permaisuri Dewi Sekartaji harus meninggalkan kerajaan pergi entah kemana, sang Raja Raden Panji Asmorobangun mencarinya kemana-mana dalam waktu yang cukup lama sampailah pada suatu ketika sang raja menerima wisik (bisikan suara) agar berjalan kearah selatan menyusuri bukit dan gunung  agar dapat bertemu dengan sang permaisuri.  Sang raja berjalan ke selatan mengikuti wisik yang diterimanya sampailah di sebuah gunung yang tidak terlalu tinggi Randen Panji Asmorobangun beristirahat dibawah pohon yang rindang tiba-tiba dari arah selatan berjalanlah seorang perempuan dan dihampirinya ternyata perempuan itu adalah Dewi Sekartaji permaisurinya akhirnya mereka melepas kerinduan di gunung tersebut dan kembali ke kerajaan Kediri. Gunung tempat bertemunya Raden Asmorobangun dan Dewi Sekartaji inilah diabadikan dengan nama gunung “Mari Kangen” yang artinya obat rindu.

Dahulu waktu  kecil, aku dan teman-teman sering mendaki ke gunung Mari kangen, gunungnya sangat rimbun dipenuhi dengan tanaman jati yang besar-besar kayunya, tanaman sengon dan tanaman kayu lainnya, diantara batu-batu kapur yang menonjol berwarna putih dan batu gunung yang kehitaman melalui jalanan setapak yang terjal yang merupakan akses jalan alternatif dari desa Tenggarrejo ke desa Campurdarat yang digunakan masyarakat untuk menjual hasil ladangnya seperti pisang, jagung, ketela dan kelapa ke pasar Campurdarat. Ada tempat favorit kami waktu itu yaitu puncak gunung Mari kangen, dipuncaknya ada dataran yang rata dan cukup luas  banyak ditumbuhi pohon jati yang tertata rapi dan oleh orang-orang tempat itu dikenal dengan nama “Jati Roto”. Biasanya disana aku dan kawan-kawan bermain menikmati keindahan alam, masak-masakan (memasak nasi dan makan bersama dengan lauk yang kami bawa dari rumah) dan kadang-kadang rujakan disana. Dalam perjalanan ke Jati roto, aku dan teman-teman sering menjumpai ayam alas dan burung-burung, seperti burung cucak, kepodang, kutilang, cendet, kutut, derkuku dan burung-burung kecil lainnya berterbangan dengan bebas dan memperdengarkan suaranya yang merdu dan kadang-kadang kami juga bertemu dengan lutung, budeng serta rombongan monyet yang bergelantungan di dahan-dahan tanaman jati.

Namun sekarang semuanya telah berubah, sejak terjadinya reformasi di Indonesia, hutan jati di gunung Marikangen mulai dijarah oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab sampai pada puncaknya di tahun 1998 terjadi penjarahan dan penebangan hutan jati secara besar-besaran yang membuat gunung Marikangen menjadi gundul. Batu-batu kapur banyak diburu untuk keperluan bangunan, kerajinan dan bahan baku gamping sehingga membuat kerusakan gunung Marikangen semakin parah. Tempat favoritku waktu  kecil di kawasan Jati roto sekarang menjadi rata, tidak adalagi tanaman Jati yang besar-besar tempat berlindungnya burung-burung dan tidak kami jumpai lagi lutung, budeng dan monyet yang bergelantungan di dahan-dahan jati yang tinggi semua telah pergi entah kemana.

Kawasan gunung Marikangen termasuk dalam wilayah   Perum Perhutani Regional Jawatimur, Kawasan Penguasaan Hutan (KPH) Kediri, Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Campurdarat, Resort Pemangku Hutan (RPH) Tanggunggunung. Perhutani sebenarnya telah melakukan reboisasi dan melakukan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dilakukan antara pihak Perhutani dengan masyarakat sekitar kawasan hutan, namun pada kenyataannya hutan jati tidak kunjung besar, yang kelihatan terjaga, tumbuh subur dan besar  hanya yang ada di dekat  jalan raya sementara yang ada didalam gunung tetap gundul karena perbuatan orang tidak bertanggung jawab. Pada musim penghujan kawasan hutan gunung Marikangen akan kelihatan hijau dari kejauhan karena tanaman jagung dan singkong tumbuh subur serta semak belukar yang menghijau terkena air hujan tetapi pada musim kemarau gunung Marikangen kelihatan kering dan gersang. Berubahnya tanaman keras seperti jati, sengon, wadang, trembesi, mahoni, akasia menjadi tanaman jagung dan singkong akan membahayakan pada musim pengujan, akan terjadi banjir dan tanah longsor. Fungsi hutan sebagai pencegah banjir dan melindungi sumber mata air  menjadi hilang dan masyarakat akan merasakan dampaknya sebagai contoh wilayah desa Campurdarat dan  desa Gamping pada musim penghujan mengalami banjir kiriman air dari gunung yang disertai lumpur akibat hutan yang gundul.


Semoga pemangku kebijakan khususnya Perhutani dan Pemerintah daerah lebih memperhatikan kawasan hutan, dengan mengadakan reboisasi dan pengawasan yang ketat tentang penggunaan kawasan hutan serta adanya kesadaran dari masyarakat yang tinggi tentang pentingnya hutan sehingga hutan menjadi lestari sebagai pencegah banjir, tanah longsor dan melindungi sumber mata air serta sebagai paru-paru dunia dan menjadikan udara yang sejuk, nyaman, menyehatkan dan sebagai tempat tinggal satwa hutan dengan damai… Aamiin.

Komentar

  1. Sayang nggih..... padahal kalau alam terjaga yang untung juga manusia

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. manuke sing katah kantun cit, prenjak, n tilang... sing ocehan sae2 do migrasi... he3

      Hapus
  3. Aku lek pengin mari kangen kesana aja hahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. monggo monggo bu... tp kondisinya sekarang memprihatinkan hutannya jd hutan jagung dan batuannya banyak diambili penambang liar...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PUASA CERIA DAN PENUH MAKNA

Tadabur Alam Gunung Budheg

Peringatan Agustusan